Siapa yang tidak mendegar tentang krisis Yunani? Negara ini baru saja mengumumkan kondisi krisis negaranya terhitung 1 Juli 2015 sejak tanggal jatuh tempo pembayaran hutang negaranya sebesar 1,6 miliar Euro. Orang awam mungkin tidak mengira bahwa sebuah negara Eropa dengan sejarah negara yang panjang mengumumkan krisis ekonomi negaranya. Krisis ini menjadi ketakutan besar bagi dunia karena Yunani merupakan salah satu anggota Uni Eropa dengan nilai tukar mata uang yang tinggi. Negara ini seakan menyambung sejarah negara-negara di dunia yang sebelumnya menyatakan diri bangkrut.
Dalam
sejarahnya, Yunani adalah sebuah negara kecil di Eropa. Jika berbicara tentang
Yunani, kebanyakan orang mengingat tentang sejarah peradabannya yang panjang. Terkenal
dengan arsitektur bangunannya yang mengagumkan, Yunani membuat kagum dunia
sehingga namanya terkenal sebagai salah satu tujuan pariwisata wisatawan ke
Benua Eropa. Negara inilah yang merupakan salah satu tempat lahirnya budaya
dunia barat bagi sebagian negara-negara Eropa.
Dalam dunia olahraga, Yunani dikenal sebagai negara yang tampil sebagai pemenang kejuaraan Euro 2004. Negara para dewa ini tampil sebagai peserta non unggulan namun mampu mengalahkan tuan rumah Portugal di final.
Saat
ini populasi Yunani berjumlah sekitar 11 juta jiwa. Diperkirakan 16,5 juta
turis mengunjungi Yunani setiap tahun. Hal ini menyebabkan sektor pariwisatanya
menjadi sektor penyumbang terbesar devisa negaranya, hingga 16% dari Gross
Domestic Product. Berkembang sebagai negara Republik, Yunani menempati urutan
ke-12 negara tujuan pariwisata internasional.
Krisis
Yunani ini sejatinya dimulai pada 2009. Saat itu negara dengan pendapatan per
kapita 22.000 dolar AS ini ditimpa resesi dan mengalami krisis moneter dan
hutang. Di saat hutang Yunani terus menumpuk, Yunani menjadi negara tuan rumah
sebagai penyelenggara Olimpiade 2004 menguras keuangan negara. Kemewahan saat
penyelenggaraan Olimpiade 2004 ini akhirnya harus dibayar mahal oleh Yunani dan
sebagian kalangan menganggap ini sebagai penghamburan uang negara. Permasalahan
ekonomi Yunani mengurangi kepercayaan para investor terhadap sektor keuangan di
negara ini. Krisis negara ini menjadi lebih parah ketika para investor menarik
investasinya dari sektor pariwisata, sehingga sektor penyumbang devisa utama
berkurang. Sampai saat ini, masalah utama krisis ekonomi Yunani adalah budaya korupsi.
Hal diperparah oleh kondisi ekonomi Benua Eropa yang mengalami kemunduran,
sementara cadangan devisa negara Yunani kekeringan karena budaya korupsi di
kalangan elite politiknya. Menurut data yang ada, Yunani termasuk negara
peringkat ke-71 dari 180 negara dengan tingkat corruption perception index besar. Korupsi terbesar dilakukan oleh sektor
pajak, mencapai 30% dari dana devisa utama. Sementara tingkat pengangguran
penduduk Yunani bertambah sejak 2008 sehingga pajak penghasilan berkurang
drastis.
Negara-negara
Uni Eropa lainnya tentunya tidak bisa tinggal diam. Pada krisis Yunani
sebelumnya, negara Eurozone ini mengadakan sistem perjanjian yang disebut
Proposal Troika. Tujuannya untuk membantu Yunani menghadapi krisis ekonominya dengan
memberikan tambahan pinjaman untuk membangun kembali perekonomian sehingga Yunani
mampu menunjang kembali berbagai sektor untuk dapat menjalankan
pemerintahannya. Namun kesempatan yang diberikan ini tidak dipergunakan dengan
maksimal sehingga kondisi ekonomi Yunani tidak juga membaik, malah menambah
jumlah hutang Yunani. Beberapa sumber menyebutkan pada 2009 hutang Yunani sudah
mencapai 300 miliar euro.
Pendapatan domestik bruto Yunani
turun hingga 25% dalam enam tahun terakhir. Data menyebutkan angka pengangguran
naik dari 10 persen pada 2010 menjadi 25% pada Maret 2015, satu dari dua warga Yunani
berusia 25 tahun tidak mempunyai pekerjaan. Saat ini krisis Yunani diperparah
dengan penolakan persyaratan dana bailout
oleh warga Yunani pasca referendum 5 Juli lalu. Perdana Menteri Yunani, Alexis
Tsipras mengatakan akan mengajukan proposal baru yang dianggap lebih kredibel
sementara 12 Juli ini diadakan KTT Uni Eropa. Perdana Menteri Tsipras dianggap
masih akan melakukan negosiasi terhadap isi Proposal Troika. Dampaknya jika
Yunani menerima atau menolak proposal ini baru ramai diperbincangkan. Diprediksikan
jika Yunani tetap menolak proposal ini,
kemungkinannya adalah dikeluarkannya Yunani dari negara anggota Uni
Eropa. Jika hal ini benar-benar terjadi, keadaan Yunani akan mirip dengan
kondisi moneter Indonesia pada tahun 1998. Bedanya dengan kondisi Indonesia
waktu itu, Yunani saat ini tidak mampu menyokong negaranya dengan cadangan
devisa yang dimiliki. Sebaliknya jika Yunani menerima proposal ini, masalah
baru akan timbul seperti bertambahnya jumlah hutang negaranya. Namun bagi
negara Uni Eropa lainnya akan membawa keuntungan karena akan menyelamatkan
nilai tukar Euro. Saat ini, nilai tukar Euro melemah dan menguatkan nilai tukar
dolar AS.
Dampak krisis moneter Yunani ini
tidak hanya akan dirasakan oleh negara-negara Uni Eropa. Lambat laun, pengaruh
krisis Yunani dan krisis mata uang Euro secara umum akan dirasakan oleh
negara-negara di Benua Amerika, bahkan Asia. Indonesia saat ini dalam posisi
menunggu efek domino yang akan terjadi pasca krisis Yunani. Sektor industri Indonesia
akan lebih dulu merasakan dampak efek domino ini. Menurut Kepala Lembaga
Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia I Kadek Dian
Sutrisna Artha, yang dikutip dari bbc.com, mengatakan krisis ekonomi Yunani
dalam jangka pendek akan memberi dampak terhadap pasar keuangan global,
terutama nilai tukar Euro terhadap dolar AS yang menurun.
Menurut Badan Pusat Statistik 2015,
neraca perdagangan Indonesia saat ini sedang meningkat. Namun jika kondisi nilai
mata uang Euro menurun, maka nilai mata uang dolar AS akan menguat sehingga
akan mempengaruhi Indonesia. Saat ini sektor industri Indonesia banyak
bergantung pada belanja bahan baku impor. Jika ini terus terjadi, Indonesia
akan mengalami pelemahan ekonomi domestik terutama di sektor industri
manufaktur. Nilai bahan baku industri yang diimpor Indonesia akan naik,
sehingga harga beli bahan baku dari luar mahal. Sementara itu jumlah produksi
akan menurun karena harga bahan baku mahal. Kalau pun ada, barang hasil industri
yang diekspor akan semakin mahal mengimbangi harga bahan baku yang meningkat. Hal
ini mengakibatkan penurunan jumlah permintaan konsumen sehingga sektor industri
Indonesia melemah. Kendati demikian, krisis yang dialami Yunani kemungkinan
tidak akan dialami Indonesia karena sistem perbankan Indonesia pun masih kuat
dan sehat; selain itu saat ini jumlah hutang Indonesia masih dalam kategori
aman yaitu sekitar 30% dari Produk Domestic Bruto (PDB) sementara rata-rata
defisit APBN mencapai 2% dari PDB.
Saat
ini, utang luar negeri Yunani mencapai 360 miliar Euro atau sekitar Rp 5.345
triliun dan rasio utang terhadap PDB Yunani bahkan menembus 177%. Dari
pengalaman krisis Yunani ini, Indonesia seharusnya bisa belajar bahwa negara
maju sekalipun mungkin saja mengalami masalah yang disebabkan oleh budaya
korupsi di tengah elite politiknya. Budaya korupsi tersebut telah mengerogoti
moral para elite politik mereka. Walaupun dikenal sebagai cendikiawan bangsa
yang seharusnya menjadi teladan secara moral, namun justru kalangan inilah yang
merusak nilai-nilai budaya Yunani yang sudah dibangun selama berabad-abad. Hal
ini juga yang menyebabkan selama dalam kurun waktu lima tahun terakhir banyak
warga negara Yunani yang berimigrasi ke negara Eropa lainnya.
Bisa
kita bayangkan apabila kasus serupa dialami oleh Indonesia yang memiliki
populasi kurang lebih tiga puluh kali lipat dari populasi negara Yunani, elite
politik yang seharusnya memikirkan masa depan bangsa lewat undang-undang yang
disusun justru sibuk dengan memperkaya diri mereka dan mengutamakan kepentingan
partai politik pengusung mereka. Jika hal itu tidak disadari oleh generasi sekarang,
maka budaya korupsi di Indonesia akan terus berlanjut. Hal ini dapat
menyebabkan masa depan bangsa Indonesia terancam suram karena masalah krisis
ekonomi yang disebabkan oleh utang negara.
Tahun
ini merupakan tahun ekonomi MEA, yaitu perdagangan bebas di dalam ruang lingkup
negara-negara Asia Tenggara (ASEAN). Indonesia patut berbangga karena memiliki
jumlah sumber daya manusia yang cukup besar dibandingkan negara-negara ASEAN
lainnya. Namun hal ini bisa menjadi masalah apabila SDM Indonesia tidak mampu
bersaing secara global dengan SDM negara-negara ASEAN lainnya. Dari krisis
Yunani ini, Indonesia seharusnya bisa belajar untuk memposisikan dirinya di dalam
persaingan perdagangan bebas ASEAN. Indonesia bisa saja bersaing dalam perdagangan
ekonomi bebas ASEAN bahkan dapat mengungguli negara-negara ASEAN lainnya
seperti Singapura, Malaysia, Filipina, maupun Thailand, jika Indonesia mulai
membenahi sistem pendidikan dan kesehatan supaya ada pemerataan maupun
pemberatasan korupsi yang harus ditangani dengan serius oleh Pemerintah
Indonesia.
Pelajaran
lainnya yang bisa didapatkan dari krisis Yunani saat ini, pemerintah harus
lebih bijak lagi dalam mengelola cadangan devisa Indonesia. Hal ini dapat kita
bandingkan dengan kondisi cadangan devisa Yunani yang disalahgunakan oleh elite
politiknya. Apalagi perilaku konsumtif masyarakat Indonesia berpotensi memicu pengambilan
keputusan yang salah oleh pemerintah sehingga dapat mengakibatkan cadangan
devisa negara berkurang atau bahkan habis. Sebagai contoh, barang impor Yunani
yang jumlahnya jauh lebih besar dari nilai ekspornya. Impor Yunani mencapai 60 miliar
dolar AS, sementara nilai ekspornya hanya 1.9 miliar dolar AS. Hal ini tentu
akan menghabiskan cadangan devisa Yunani. Selain itu, utang Yunani yang
menumpuk dan tidak bisa diperpanjang lagi menyebabkan negara ini terancam
bangkrut. Mengapa hal ini penting bagi Indonesia? Karena dengan pola masyarakat
yang cenderung konsumtif itu, pemerintah mengambil kebijakan untuk menambah
nilai impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan hal ini berakibat pada ketergantungan
Indonesia terhadap produk impor negara lain.
Krisis
Yunani ini tidak seharusnya membuat Indonesia takut menghadapi tantangan
ekonomi global, namun hal ini justru membuat Indonesia mulai berbenah
memperbaiki berbagai sektor sehingga dapat bersaing dalam pasar global ASEAN,
bahkan dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar